GASPOLNEWS.COM // Dalam bentuk menunjang program pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat salah satunya adalah dengan program Keluarga Harapan (PKH). PKH bertujuan untuk mengurangi angka kemiskinan, Memutus rantai kemiskinan antar generasi, Meningkatkan kualitas sumber daya manusia, Mengubah perilaku yang kurang mendukung peningkatan kesejahteraan.
PKH sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2018 dengan sasaran Ibu hamil, Anak usia sekolah dari 5 – 21 tahun, Lansia dan disabilitas.
Namun dalam kenyataannya PKH dirasa tidak menyentuh masyarakat yang benar-benar miskin. pasalnya, masih ada saja ditemukan penerima PKH yang masih dikategorikan lumayan. Lumayan dalam arti masih memiliki kehidupan cukup, memiliki rumah permanen, memiliki ladang/kebun dan lain sebagainya. Apakah mereka berhak mendapatkan itu dengan mengabaikan keluarga miskin yang seharusnya mereka dapatkan?
PKH buat siapa sih sebenarnya? apakah PKH diberikan berdasarkan kedekatan, kekerabatan, dan kekeluargaan. sehingga orang yang berhak mendapatkannya terabaikan.
Kisah yang dialami Ariani, Butet dan Julkifli sebagian kecil dari sekian banyak masyarakat miskin yang terzolimi oleh ketidak pedulian pemerintah. Hidup dibawah garis kemiskinan dan tidak pernah mendapatkan apa-apa dari segala jenis program bantuan membuat miris melihatnya.
“Kami tak pernah didata dan mendapatkan bantuan” kata Ariani dan Butet warga kampung Bedagai Kotapinang pada media,22/11/2024.
PKH sebenarnya buat siapa...???? apakah mereka tidak termasuk dalam kriteria itu,padahal mereka hidup dalam kekurangan sehingga membuat Maini anak pasangan Ucok dan Butet menerima kenyataan pahit harus putus sekolah karena persoalan ekonomi keluarganya yang tidak mencukupi. Sebab,masalah ekonomi masih saja menjadi persoalan penting dalam proses pendidikan formal.Maini tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA sederajat karena keterbatasan ekonomi. karena orangtuanya,Butet hanya berprofesi sebagai pemulung dan ucok sebagai petugas kebersihan di pasar Kotapinang yang hasilnya hanya pas untuk menghidupi dia dan ke 6 orang anak mereka.
Akhirnya Maini harus pasrah dan mengubur mimpinya untuk menjadi seorang dokter.Apakah mereka tidak berhak untuk mendapatkan fasilitas dari negara berupa PKH dan atau bantuan lainnya? dimana nurani kita melihat Maini harus rela putus sekolah karena ketiadaan biaya untuk melanjutkan sekolah.
Mungkin sebagian orang tidak menganggap masalah ini masalah yang serius, sehingga dengan serta merta mengabaikan mereka dari segala bentuk bantuan dan lebih mementingkan kekerabatan. Kalau mereka tahu program pemerintah yang disebut PKH ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dapat meningkat kesejahteraan masyarakat khususnya meminimalisir anak putus sekolah, maka hal itu tidak akan terjadi.Namun kenyataannya masih saja ada ditemukan warga maskin yang didalamnya terdapat anak putus sekolah.Miris..!!!
Disamping itu Lansia juga memiliki hak yang sama dalam hal kesejahteraan sebagaimana tertuang dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 bahwa lansia mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.hal itu terkait kesejahteraan sosial yang meliputi pelayanan keagamaan dan mental spritual, pelayanan kesehatan, kesempatan kerja, pendidikan dan pelatihan.Disamping itu kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana dan prasarana umum, perlindungan sosial dan bantuan sosial.
“Kami tak pernah mendapatkan bantuan pak”ujar Sinenek Regar warga kampung bedagai di kediamannya yang terkena dampak banjir.
Dalam konteks ini penulis,hanya ingin mengajak para pemangku kepentingan untuk arif dan bijaksana dalam mendistibusikan segala program yang ada sehingga apa yang menjadi program Pusat dapat dirasakan si miskin bukan berdasarkan kekerabatan, persaudaraan dan kelompok.
Jadi,,,,,,sebenarnya PKH itu buat siapa"......????""
Reporter-Artikel
Oleh : SA.Atmaja Reporter//Redaksi Gaspolnews.com
Komentar0